Pelukis yang lahir di Kebumen, 11 Januari 1915, lebih dikenal sebagai seorang pematung. Karya patungnya, Ibu Kartini yang bergaya realis, menghiasi halaman 12 Majalah Mingguan Umum Pembangoenan nomor 61, 24 Agustus 1940. Ini berarti berjarak hampir 10 tahun lebih awal dari patung Jenderal Sudirman karya Hendra Gunawan yang dibuat 1948, dan dikatakan banyak orang sebagai karya patung realis modern Indonesia pertama. Di zaman pemerintahan kolonial Belanda, Hendro Djasmoro aktif di Partai Indonesia (Partindo) pimpinan Ir. Soekarno, Indonesia Muda (IM), Pandu Rakyat dan di Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) pimpinan S. Soedjojono.
Pada zaman Jepang pernah ditangkap dan ditahan sebelas hari usai menyutradarai Sandiwara Harjo Tunggal, di Taman Siswa Kebumen. Ia dituduh merongrong kekuasaan Jepang dan membangkitkan perlawanan. Di antara banyak peninggalan karya patungnya, tiga diantaranya yang hingga kini masih bisa dilihat adalah Patung Ki Hadjar Dewantoro di Pendopo Taman Siswo Yogyakarta, patung perunggu Jenderal Urip Sumohardjo di AKABRI Magelang, dan patung Jenderal Sudirman di Hankam, Jakarta.
Sebagai supervisor pada pembuatan relief di Lubang Buaya dan Tugu Angkatan Udara Mayor Manuhua di Irian Jaya. Di samping gemar membuat patung pahlawan Hendro Djasmoro juga kerap mencipta patung gadis, diantaranya adalah patung Gadis koleksi Presiden Soekarno, patung Gadis Solo di Timo Salatiga, dan patung Gadis Telanjang di Hotel Ambarukmo Yogyakarta. Sebelumnya Hendro Djasmoro adalah pelukis naturalis. Ia jago membuat lukisan untuk dekor ketoprak. Tahun 1936 ikut pameran di Bandung, yang diselenggarakan oleh Jaarmark. Di antara peserta pameran itu tercatat nama-nama pelukis kondang seperti Abdullah Suriosubroto, Basoeki Abdullah, dan Baskoman. Tahun 1950 ia tercatat sebagai siswa angkatan pertama di ASRI, dan kemudian berlanjut sebagai tenaga dosen hingga masa pensiunnya, 1977. Meninggal di Yogyakarta, 8 Juni 1987.
Sumber: Jakarta.go.id